Hukum dagang | kepalitan dan penundaan pembayaran | by:fikri


MAKALAH
HUKUM DAGANG
KEPALITAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN
Dosen Pengampu: Isfi Sholihah, S.Sos., M.Si


Oleh:
Kelompok 8
1.      Ahmad Zainuddin Fikri
(NPM: 163600)
2.      Hidayatul Mardiyah
(NPM:16360059)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2017
                                                    
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karna atas berkat rahmat dan karunianya lah sehingga kita masih diberikan nikmat kesehatan dan ketenangan belajar hingga saat ini.
Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatannya kepada kita semua, terutama kepada para penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini penulis persembahkan sebuah makalah yang berjudul ’’Landasan-landasan dalam bimbingan dan konseling’’. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar.
Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................               i
DAFTAR ISI..............................................................................................               ii
BAB I  PENDAHULUAN ........................................................................              
       A.    Latar Belakang......................................................................................              
       B.     Rumusan Masalah.................................................................................              
       C.     Tujuan...................................................................................................              
BAB II  PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepailitan.......................................................................
B.     Penundaan Pembayaran...................................................................
BAB III  PENUTUP
      A.    Simpulan................................................................................................              
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh terhadap perkembangan hukum, terutama hukum ekonomi. Globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan negara-negara berkembang mengenai investasi, perdagangan, jasa-jasa dan bidangperekonomian lainnya mendekati negara-negara maju.
            Dalam rangka menyesuaikan dengan perekonomian global, indonesia melakukan revisi terhadap seluruh hukum ekonominya. Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa perubahan terhadap hukum ekkonomi indonesia dilakukan juga karena tekanan dari badan-badan dunia seperti WTO,IMF, dan Worlk Bank. Bidang hukum yang mengalami revisi antaralain adalah hukum kepailitan. Hukum kepailitan sendiri  merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda yang notabennya bercorak sistem hukum Eropa kontinental. Diindonesia saat ini dalam hukum ekonomi mendapat pengaruh yang cukup kuat dari sistem hukum Anglo Saxon.
            Kepailitan dapat terjadi karena makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan dimana muncul berbagai macam permasalahan utang piutang yang timbul dalam masyarakat. Begitu juga dengan krisis moneter yang terjadi di indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan hutang piutang untuk meneruskan kegiatan usahanya.
            Mempelajari perkembangan hukum kepailitan yang berlaku di indonesia tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional khususnya yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dari sisi ekonomi patut disimak data yang dikemukakan oleh Lembaga Konsultan (think tank) Econit Advisory Group, yang menyatakan bahwa tahun 1997 merupakan “tahun ketidak pastian” (A Year of Uncertainty) sementara itu, tahun 1998 merupakan tahun koreksi (A Year of Corectin). Pada pertengahan tahun 1997 terjadi depresiasi secara drastis nilaitukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US $ dari sekitar Rp. 2300,00 pada sekitar bulan Maret menjadi sekitar Rp. 5000,00 per US $ pada ahir tahun 1997. Bahkan pada pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp. 16.000,00 per US $. Kondisi perekonomian ini mengakibatkan keterpurukan terhadap pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya positif sekitar 6-7 % telah terkontraksi menjadi minus 13-14 %. Tingkat inflasi meningkat dari di bawah 10% menjadi sekitar 70%. Banyak perusahaan yang kesulitan membayar kewajiban hutangnya terhadap para kreditor dan lebih jauh lagi banyak perusahaan mengalami kebangkrutan (pailit).
            Bila diteliti lebih jauh tentang hukum kepailitan di indonesia yang tidak mengatur tentang adanya kemungkinan untuk melekukan reorganisasi perusahaan, sesungguhnya lembaga reorganisasi perusahaan ini mirip dengan penundaan kewajiban pembayaran utang, supsension of payment, surseance van betaling (selanjutnya disingkat PKPU).
            PKPU dalam UU No. 4 Tahun 1998 diatur dalam Bab ke 2 mulai pasal 212 sampai dengan pasal 279.
            PKPU dilakukan bukan berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak mampu membayar utangnya dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan terhadap harta kekayaan debitur (likuidasi harta pailit).
            PKPU adalah wahana juridis ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah suatu cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara pada likuidasi harta kekayaan debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur membuat laba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PKPU bertujuan menjaga jangan sampai debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit dinyatakan paili, sedangkan kalau debitur tersebut diberi waktu dan kesempatan, besar harapan ia akan dapat membayar utangnya. Putusan pailit dalam keadaan tersebut akan berakibat pengurangan nilai perusahaan dan ini akan merugikan para kreditur
B.     Rumusan Masalah
1.      Kepailitan dan pennundaan pembayaran
C.    Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas makalah hukum dagang
2.      Mengetahui mengenai konsep kepailitan perusahaan dan penundaan pembayaran
3.      Mengetahui mengenai proses dijatuhkannya pailit
 


   

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepailitan
Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang debitur yang telah jatuh tempo.
Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih kreditor dan tidak mampu membayar satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pihak-pihak yang tergolong debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan pailit adalah (Zainal Asikin, 2001:34)
1.      Siapa saja atau setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan perusahaan
2.      Badan hukum, baik yang berbentuk perseroan terbatas, firma, koperasi, perusahaan negara, dan badan-badan hukum lainnya
3.      Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya.
4.      Setiap wanita bersuami (si istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.
Seorang debitur hanya dapat dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh pengadilan Niaga. Pihak yang dapat mengajukan permohonan agar seorang debitur dikatakan pailit adalah:
1.      Debitur itu sendiri,
2.      Para kreditor,
3.      Jasa penuntut umum
Permohonan dapat diajukan kepada panitera pengadilan Niaga pada pengadilan Negeri. Pengadilan Niaga yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. (Pasal 2 UU No. 4 Thun 1998)
1.      Pengadilan dalam daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur.
2.      Jika debitur meninggalkan wilayah Republik Indonesia, Pengadilan Niaga adalah pengadilan dalam wilayah hukum tempat tinggal atau kedudukan terakhir dari debitur.
3.      Dalam hal debitur adalah perserosuatu firma, pengadilan yang berwenang untuk memeriksa adalah Pengadilan Niaga dalam wilayah hukumnya atau kedudukan firma tersebut.
4.      Dalam hal debitur tidak berkedudukan di dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam wilayah Republik Indonesia, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara kepalitan adalah pengadilan daerah yang hukumnya meliputi tempat kedudukan kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.
5.      Dalam hal debitur adalah suatu badan hukum, pengadilan yang berwenang memutuskan perkara kepailitan dalah pengadilan yang meliputi tempat kedudukan hukumnya sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar badan hukum tersebut.

1.      Tata Cara Permohonan Kepailitan
Permohonan kepailitan harus diajukan secara tertulis oleh pemohon yang isinya antara lain:
a.       Nama, tempat kedudukan perusahaan yang dimohonkan,
b.      Nama, tempat kedudukan pengurus perusahaan atau direktur perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas,
c.       Nama, tempat kedudukan para kreditor,
d.      Jumlah keseluruhan utang,
e.       Alasan permohonan.
Selanjutnya, dalam Pasal 4UU No. 1 Tahun 1998 ditentukan bahwa Panitera Pengadilan, setelah menerima permohonan itu, melakukan pendaftaran dalam registrasinya dengan memberikan nomor pendaftaran dan kepada pemohon diberikan tanda bukti tertulis yang ditandatangani panitera. Tanggal bukti penerimaan itu harus sesuai dengan tanggal pendaftaran permohonan. Dalam jangka waktu 1x24 jam, panitera menyampaikan permohonan kepailitan itu kepada Ketua Pengadilan untuk dipelajari selama 2x24 jam untuk kemudian oleh Ketua Pengadilan akan diteetapkan hari persidangannya.
Setelah hari persidangan ditetapkan , para pihak (pemohon dan termohon) dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan kepailitan. Pemeriksaan harus sudah dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan didaftarkan di Kepaniteraan.
Dalam hal pemanggilan para pihak, Pasal 7 ayat 1 UU No.4 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut.
a.       Jika permohonan kepailitan diajukan oleh debitur, pengadilan tidak wajib memanggil debitur dalam persidangan.
b.      Sebaliknya jika permohonan diajukan oleh kreditor atau para kreditor atau kejaksaan, debitur wajib di panggil. Pengambilan tersebut dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari persidangan guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempelajari permohonan kepailitan.
Selama permohonan pailit ditetapkan oleh pengadilan, setiap kreditor atau jaksa yang mengajukan permohonan dapat juga memohon kepada pengadilan untuk:
a.       Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur.
b.      Menunjuk kurator sementara, yang bertugas:
1)      Mengawasi pengelolaan usaha debitur,
2)      Mengawasi pembayaran kepada pada kreditur,
3)      Mengawasi pengalihan atau penggunaan harta kekayaan debitur
Apabila dalam pemeriksaan terbuktibahwa debitur berada dalam keadaan berhenti membayar, hakim akan menjattuhkan putusan kepailitan kepada debitur. Putusan atau penetapan kepailitan harus sudah dikeluarkan atau diucapkan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal pendaftaran permohonan kepailitan dan putusan ini harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Setelah putusan kepailitan dijatuhkan oleh hakim yang memeriksa, pengadilan dalam jangka waktu 2x24 jam harus memeritahukan dengan surat dinas tercatat atau melalui kurir tentang putusan itu beserta salinanya, kepada:
a.       Debitur yang dinyatakan pailit,
b.      Pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit,
c.       Kurator serta Hakim Pengawas.
Di samping itu, dalam hal penetapan (putusan) telah dikeluarkan, dalam jangka waktu paling lambat lima hari sejak tanggal diputuskannya permohonan kepailitan, kurator mengumumkan dalam berita Negara RI dan sekurang-kurangnya dalam dua surat kabar harian yan ditetapkan oleh Hakim Pengawas. Dalam pengumuman itu harus dikemukakan hal-ha yang menyangkut:
a.       Ikhtisar putusan kepailitan,
b.      Identitas, pekerjaan dan alamat debitur,
c.       Identitas, pekerjaan dan alamat anggota sementara kreditor (apabila telah ditunjuk,
d.      Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor,
e.       Identitas Hakim Pengawas
Dalam putusan pernyataan kepailitan, selain dapat menetapkan debitur dalam keadaan pailit, hakim juga dapat menetapkan kurator tetap dan Hakim Pengawas sepanjang diminta oleh debitur atau kreditor. Akan tetapi, apabila debitur atau kreditor tidak meminta, Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak selaku kurator.
Dengan demikian, selain penetapan kepailitan, yang akan ditetapkan dalam putusan hakim adalah sebagai berikut:
a.       Kurator tetap
Pihak-pihak yang dapat ditunjuk sebagai kurator adalah:
1)      Balai harta peninggalan,
2)      Kurator lainnya,
a)      Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkandalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit, dan
b)      Telah terdaftar pada departemen kehakiman.
Tugas kurator:
1)      Melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit (boedel pailit),
2)      Melakukan perhitungan utang debitur dan jika diratakan mampu melakukan pembayaran terhadap utang debitur pailit,
3)      Melakukan penyegelan terhadap harta pailit deengan seizin Hakim Pengawas.
Zainal Asikin menulis (2001: 75-76) bahwa tugas Balai Harta Peninggalan (selaku kurator, pen) sebagai tersurat diatas, tampaknya cukup sederhana, tetapi didalamnya tersirat tugas yang cukup banyak, yang meliputi:
1)      Mengumumkan keputusan hakim tentang kepailitan itu di dalam Berita Negara dan surat-surat kabar yang disetujui oleh Hakim Komisaris,
2)      Melakukan penyitaan terhadap harta-harta si pailit, berupa perhiasan, efek-efek, surat-surat berharga, uang tunai, dan benda-benda lainnya, kecuali barang-barang dalam pasal 20 PK,
3)      Menyusun inventarisasi harta pailit dan daftar utang-piutang si pailit,
4)      Membuka semua surat-surat si pailit yang berkenaan dengan harta si pailit,
5)      Memberikan uang nafkah pada si pailit (yang diambilkan dari harta pailit), setelah mendapat izin dariHakim Komisaris,
6)      Menjual benda-benda si pailit, apabila dipandang bahwa benda-benda itu tidak tahan lama, dan hasil penjualannya dimasukkan menjadi kekayaan (boedel) pailit,
7)      Membuat suara akur (accord-perdamaian) setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari hakim komisaris, dan nasihat dari panitia para kreditor,
8)      Berhak untuk meneruskan perusahaan si pailit atas izin dari hakim komisaris. Akan tetapi, apabila ada panitia para kreditor, panitia ini tidak dapat memberikan usul atau persetujuan untuk meneruskan perusahaan si pailit tanpa perlumendapat izin dari hakim komisaris.
Dalam melaksanakan tugas ini, kurator:
1)      Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari dan menyampaikan pemberitahuan kepada si pailit,
2)      Dapat mengajukan pinjaman untuk “menyehatkan” harta si pailit kepada pihak ketiga, dalam hal pinjaman tersebut memerlukan jaminan, permohonan pinjaman dengan jaminan ini harus seizin Hakim Pengawas,
3)      Membuat laporan secara tertulis setiap tiga bulan sekali kepada Hakim Pengawas,
b.      Hakim pengawas
Hakim yang dapat ditunjuk sebagai hakim pengawas adalah seorang hakim pengadilan yang dianggap mampu menjalankan tugasnya. Tugas hakim pengawas adalah:
1)      Memimpin rapat verifikasi,
2)      Mengawasi pelaksanaan tugas kurator atau Balai Harta peninggalan, memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atau balai harta peninggalan atas pelaksanaan tugas tersebut,
3)      Menyetujui atau menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh para kreditor,
4)      Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikan dalam rapat verifikasi kepada hakim pengadilan niaga yang telah memutus perkara tersebut,
5)      Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan,
6)      Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian (meninggalkan tempat) kediamannya,
7)      Menentukan hari perundingan pertama rapat verifikasi dengan para kreditor.
Hal-hal yang harus dibicarakan dalam rapat pertama adalah sebagai berikut:
1)      Pencocokan utang, yaitu mencocokkan jumlah utang yang tercatat dalam perusahaan atau debitur pailit dengan catatan para kreditor.
2)      Menentukan kreditor konkruen. Kreditor konkruen adalah kreditor yang diutamakan pembayaran utangnya.Pihak-pihak yang termasuk kreditor konkruen adalah:
a)      Para pekerja dari perusahaan pailit yang gaji atau upahnya belum dibayar,
b)      Para kreditor pemegang hak pertanggungan atas tanah (HPAT).
3)      Mengadakan perdamaian
Agar tercapai perdamaian atau persetujuan para kreditor, yang perlu diusahakan adalah pembayaran gaji, uang pesangon dan uang penghargaan masa pekerja atau buruh yang diberhentikan karena pailit, dan penundaan pembayaran utang debitur.
2.      Upaya Hukum Terhadap Putusan Kepailitan
Berdasarkan UU No.4 Tahun 1998, upaya hukum yang dapat dilakukan berkenaan dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah “kasasi” dan “peninjauan kembali”.
Prosedur kasasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Pemohon mengajukan permohonan kasasi dalam jangka waktu delapan hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan dengan mendaftarkannya ke panitera pengadilan yang telah menetapkan putusan pailit itu dan kepada pemohon diberikan tanda terima permohonan kasasi oleh panitera. Dan pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasinya kepada panitera pada saat permohonan kasasinya didaftarkan.
b.      Dalam waktu 1x24 jam, panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi beserta memori kasasi itu kepada termohonkasasi.
c.       Termohon kasasi, dalam waktu paling lambat ujuh hari, wajib menyampaikan kontra memori kasasinya kepada panitera.
d.      Dalam waktu paling lambat empat belas hari, panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi dan kontra memori kasasi ke mahkamah agung melalui panitera mahkamah.
e.       Mahkamah agung, paling lambat 2x24 jam terhitung sejak tanggal permohonan kasasi itu diterima, mempelajari permohonan tersebut dan menetapkan hari sidang.
f.       Sidang permohonan kasasi dilakukan paling lambat dua puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan.
g.      Putusan permohonan kasasi itu sudah harus ditetapkan paling lambat tiga puluh hari sejak permohonan kasasi didaftarkan, dan keputusan itu diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
h.      Dalam waktu 2x24 jam, salinan putusan mahkamah agung yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan waib disampaikan kepada panitera, pemohon, termohon, kurator, dan hakim pengawas.
salah satu hal yang penting untuk diketahui bahwa meskipun putusan pailit pengadilan niaga diajukan kasasi, putusan tersebut langsung dapat dilaksanakan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 12 UU No.14 Tahun 1998 yang menggariskan sebagai berikut.
(1)   Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
(2)   Dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang pemutusan pembatalan dimaksud tetap sah dan mengikat bagi debitur
Sementara itu, mengenai prosedur peninjauan kembali dapat diuraikan sebagai berikut.
a.       Permohonan peninjauan kembali harus diajukan oleh pemohon atau ahli warisnya atau wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu, paling lambat 180 hari sejak tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali itu mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
b.      Pemohonan diajukan ke Mahkamah Agung melalui ketua Pengadilan Niaga yang memutus perkara tersebut.
c.       Panitera Penadilan memberikan atau mengirimkan permohonan peninjauan kembali tersebut kepada pihak lawan selambat-lambatnya 2 x 24 jam terhitung sejak permohonan didaftarkan agar pihak lawan dapat memberikan jawabannya. Dalam hal ini pihak lawan diberikan waktu sepuluh hari untuk menyampaikan jawabannya.
d.      Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali ke Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu 1 x 24 jam terhitung sejak permohonan didaftarkan dan bila ada jawaban dari termohon, jawaban termohon itu harus disampaikan dan dikirim paling lambat dua belas hari sejak permohonan itu didaftarkan. Mahkamah Agung harus telah memberikan keputusan atas permohonan peninjauan kembali itupaling lambat tiga puluh hari sejak pendaftaran. Dan keputusan itu harus sudah disampaikan salinannya kepada para pihak paling lambat 32 hari sejak permohonan itu terima oleh Panitera Mahkamah Agung.
3.      Akibat Hukum Putusan Kepailitan
Dalam bukunya, Zainal Asikin menguraikan beberapa akibat hukum dari putusan pailit ini. Yang utama adalah, dengan telah dijatuhkannya putusan kepailitan si Debitur (si Pailit) kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya. Pengurusan dan penguasaan harta benda tersebut beralih ke tangan Kurator/Balai Harta Peninggalan.
Namun demikian, tidak semua harta bendanya akan beralih penguasaan dan penguasaannya ke kurator/Balai Harta Peninggalan. Dikecualikan dari hal ini (kepailitan) adalah:
a.       Alat perlengkapan tidur dan pakaian sehari-hari,
b.      Alat perlengkapan dinas,
c.       Alat perlengkapan kerja,
d.      Persediaan makanan untuk kia-kira satu bulan,
e.       Buku-buku yang diapakai untuk keperluan bekerja,
f.       Gaji, upah, pensiun, uang jasa, dan honorarium,
g.      Hak cipta,
h.      Sejumlah uang yang ditentukan oleh Hukim Pengawas untuk nafkah debitur,
i.        Sejumlah uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.
Si Pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya (Pasal 41 ayat 1 UU No.4 Tahun 1998).
Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum ini merugikan kekayaan pailit, kurator/Balai Harta Peninggalan dapat mengemukakan pembatalan perbuatan hukum tersebut. Pasal 42 UU No. 4 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut:
Apabila perbuatan hukum yang merugikan para kreditur dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedagkan perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur, dalam hal perbuatan tersebut:
a.       Merupakan perikatan di mana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perikatan tersebut dilakukan;
b.      Merupakan pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan belum dapat ditagih;
c.       Dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau terhadap:
1)      Anggota atau istrinya, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga;
2)      Suatu badan hukum di mana debitur atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak-pihak tersebut, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut paling kurang sebessar lima puluh persen dari modal disetor;
d.      Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau terhadap:
1)      Anggota direksi atau pengurus dari debitur, atau suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, dari anggota direksi atau pengurus tersebut;
2)      Perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan tersebut, yang ikut serta secara langsung dalam kepemilikan pada debitur kurang sebesarnya lima puluh persen dari modal disetor;
3)      Perorangan yang suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsug dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar lima puluh persen dari modal disetor;
e.         Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lainnya apabila:
1)      Peroranagan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama;
2)      Suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebalinya;
3)      Perorangan anggota direksi atau pengurus, anggota badan pengawas pada debitur, atau suami/istri atau anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar limapuluh persen dari modal disetor;
4)      Debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
5)      Badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama, baik bersama, atau tidak dengan suami/istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarga sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur paling kurang sebesar lima puluh persen dari modal disetor;
f.       Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lainnya dalam kelompok badan hukum di mana debitur adalah anggotanya.
Selain itu, hal yang terpenting sebagai akibat hukum dijatuhkannya putusan kepailitan, adalah hal yang yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini.
a.       Penghibahan
Dalam hal ini ditentukan bahwa hibah yang dilakukan debitur dapat dimintanya pembatalan apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor (Pasal 43 UU No. 4 Tahun 1998).
b.      Untuk pembayaran utang yang belum dapat ditagih (belum jatuh tempo), atau debitur melakukan perbuatan yang tidak wajib, perbuatan itu dapat dibatalkan demi keselamatn harta pailit. Hal tersebut harus dibuktikan bahwa pada waktu dilakukannya perbuatan tersebut, baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa perbuatnnya (debitur) itu akan merugikan pihak kreditor.
4.      Berakhirnya Kepailitan
Suatu kepailitan dapat dikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai berikut.
a.      Akur
Akur (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit dengan para kreditor, di mana diadakan suatu ketentuan bahwa si pailit dengan membayar suatu persentase tertentu )dari utangnya), ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya (H.F.A. Vollmar, dalam Zainal Asikan, 2001: 87).
Akur ditawarkan oleh si pailit itu berisi beberapa kemungkinan, atau beberapa alternatif, yaitu sebagai berikut.
1)      Mungkin si pailit menawarkan kepada para kerditornya bahwa ia akan membayar (sanggup membayar) dalam jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam jumlah keselurhannya).
2)      Mungkin si pailit akan menawarkan akur likuidasi, yakni si pailit menyediakan hartanya bagi kepentingan para kreditor untuk dijual di bawah pengawasan seseorang pengawas (pemberes), dan hasil penjualannya dibagi untuk para kreditor. Apabila hasil penjualannya tidak mencukupi, maka si pailit dibebaskan untukmembayar sisa yang belum terbayar.
3)      Mungkin debitur (si pailit) menawarkan untuk meminta penundaan pembayaran dan diperbolehkan untuk mengangsur utangnya untuk beberapa waktu.
Akur, selain ditawarkan oleh si pailit, juga bisa ditawarkan oleh kurator/Balai Harta Peninggalan dengan persetujuan Hakim Komisaris.
Selanjutnya, hasil akur tersebut dibicarakan dalam rapat verifikasi. Dalam hal hasil akur diterima dalam rapat tersebut agar mempunyai kekuatan hukum haruslah mendapatkan pengesahan dari Hakim Pemutus kepailitan. Pengesahan ini disebut homoligasi akur.
b.      Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir dari kepaillitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada para kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akur.
Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa kurator/Balai Harta Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit, yaitu:
a.       Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada ditangan pihak ketiga. Penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dialukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Komisaris;
b.      Melanjutkan peneglolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, di mana pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris;
c.       Membuka daftar pembagian yang berisi jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut;
d.      Melakukan pembagian atas selruuh harta pailit yang telah dilelang atau diluangkan itu.
Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujuSi, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur kemudian akan kembali dalam keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah pengawasan kurator/Balai Harta Peninggalan.
B.     Penundaan Pembayaran
Debitur, yang tidak dapat memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pe,bayaran seluruh atau sebagian utang kepada para kreditor.
Permohonan penundaan pembayaran itu harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan dan oleh penasihat hukumnya, disertai dengan:
1.      Daftar-dafar para kreditor beserta besar piutangnya masing-masing;
2.      Daftar harta kekayaan (aktiva/pasiva) dari si debitur;
3.      Rencana perdamaian (akur) yang disusun oleh debitur.
Surat permohonan dan lampiran tersebut diletakkan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh semua pihak yang berkepentingan.
Selanjutnya, prosedur permohonan penundaan pembayaran tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Setelah pengadilan menerima permohonan penundaan pembayaran, secara langsung atau seketika pengadilan harus mengabulkan permohonan untuk  sementara dengan memberikan izin penundaan pembayaran.
Seiring dengan pemberian izin sementara ini, pengadilan akan mengangkat Hakim Pengawas dan seorang atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur akan mengurus kepentingan debitur dan kreditornya.
2.      Hakim Pengadilan paling lambat 45 hari melalui panitera harus memanggil para kreditor, debitur dan pengurus untuk diadakan sidang.
3.      Dalam sidang tersebut akan diadakan pemungutan suara (jika perlu) untuk memutuskan apakah penundaan pembayaran tersebut dikabulkan atau ditolak. Berdasarkan hasil pemungutan suara inilah pengadilan akan dapat memutuskan secara definitif terhadap permohonan penundaan pembayaran.
a)      Permohonan penundaan pembayaran utang akan dikabulkan atau ditetapkan apabila disetujui lebih dari setengah kreditor konkuren yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
b)      Permohonan penundaan pembayaran utang tidak  akan dikabulkan apabila:
(1)   Adanya alasan yang mengkhawatirkan bahwa debitur selama penundaan pembayaran akan mencoba merugikan kreditor-kreditornya.
(2)   Apabila tidak ada harapan bagi debitur, selama penundaan pembayaran dan setelah itu, untuk memnuhi kewajibannya kepada kreditor.
4.      Dalam putusan hakim yang mengabulkan penundaan pembayaran definitif tersebut, ditetapkan pula lamanya waktu penundaan pembayaran paling lama 270 hari terhitung sejak penundaan sementara ditetapkan.
Sepanjang jangka waktu yang ditetapkan untuk penundaan pembayaran, atas permintaan pengurus, kreditor, hakim awas atau atas prakarsa pengadilan, penundaan pembayaran dapat diakhiri dengan alasan-alasan berikut (Pasal 240 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1998)
1)      Debitur selama waktu penundaan pembayaran utang bertindak dengan iktikad tidak baik dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.
2)      Debitur mencoba merugikan para kreditornya.
3)      Debitur melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 226 ayat (1), yaitu debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya.
4)      Debitur lalai melakukan kewajiban yang ditentukan oleh pengadilan dan yang disyaratkan oleh pengurus.
5)      Keadaan harta debitur selama penundaan pembayaran tidak memungkinkan lagi bagi untuk melakukan kewajibannya pada waktunya.
Dengan dicabutnya penundaan pembayaran itu, hakim dapat menetap si debitur dalam keadaan pailit (Pasal 240 ayat 5) sehingga ketentuan kepailitan berlaku bagi si debitur.
Debitur yang memohon penundaan pembayaran dapat mengajukan rencana perdamaian (akur) melalui pengadilan. Akur itu diajukan pada saat atau setelah mengajukan permohonan pembayaran. Hal ini berbeda dengan akur pada kepailitan, yang dijelaskan di bawah ini (Zainal Asikin, 2001: 112) .          
(1)   Dari segi waktu, akur penundaan pembayaran diajukan pada saat atau setelah permohonan penundaan pembayaran, sedangkan akur pada kepailitan diajukann setelah adanya putusan hakim.
(2)   Pembicaraan (penyelesaian) akur dilakukan pada sidang pengadilan memeriksa permohonan penundaan pembayaran, sedangkan ajur kepailitan dibicarakan pada saat rapat verifikasi, yaitu setelah adanya putusan pengadilan.
(3)   Syarat penerimaan akur pada penundaan pembayaran haruslah disetujui setengah dari jumlah kreditor konkuren yang diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat permusyawaratan hakim, yang bersama-sama mewakili dua pertiga bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut, dan mewakili  tiga perempat dari jumlah piutang yang diakui, sedangkan akur pada kepailitan harus disetujui oleh dua per tiga dari kreditor konkuren, yang mewakili tiga per empat jumlah semua tagihan yang tidak mempunyai tagihan istimewa.
(4)   Kekuatan mengikatnya akur pada penundaan pembayaran berlaku pada semua kreditor (baik konkuren maupun prevent), sedangkan akur kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren.
Akibat hukum apabila akur penundaan pembayaran ditolak adalah hakim dapat langsung dapat menyatakan debitur dalam keadaan pailit. Sementara itu, apabila akur diterima maka harus dimintakan homoligasi (pengesehan) kepada Hakim. Dengan tercapainya penyelesaian melalui akur yang telah disahkan, maka berakhirlah penundaan pembayaran itu. 





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Krisis moneter membuat hutang menjadi membengkak luar biasa sehinnga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utang-utangnya. Disamping itu, kredit macet di perbankan dalam negeri juga makin membumbung tinggi secara luar biasa (sebelum krisis moneter perbankan indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit bermasalah yaitu sebagai akibat terpuruknya sektor rill karena krisis moneter.
            Dirasakan bahwa peraturan kepailitan yang ada, sangat tidak dapat diandalkan. Banyak debitor yang dihubungi oleh para kreditornya karena berusaha mengelak untuk tanggung jawab atas penyelesaian utang-utangnya. Sedangkan restrukturisasi utang hanyalah mungkin ditempuh apabila debitor bertemu dan duduk berunding dengan para kreditornya atau sebaliknya.
            Disamping adanya kesediaan untuk berunding itu, bisnis debitor harus masih memiliki prospek yang baik utuk mendatangkan revenue, sebagai sumber pelunasan utang yang direstrukturisasi itu,. Dengan demikian diharapkan adanya feedback antara kreditor dan debitor dengan baik. Sehingga dirasakan dapat menguntungkan kedua belah pihak.


                      

DAFTAR PUSTAKA
Asyahdie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis.
      Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2006.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ORGANISASI NW | by:fikri

MICRO ECONOMIC: teori utilitas dan preferensi | by:fikri